Mereguk Mata Air di Hulu Hutan Kakbumu: Puisi Dienullah Rayes


Bing Image Creator


aku tiada pernah menatap wajah Rumi dan Rabiah

tapi aku simak dan mendengar suara merdunya

ketika ayam jantan berkokok dini hari.


aku mendengar bisikan batu-batu gunung sedang merenung 

betapa pedih dan sakitnya saat digulingkan dan dihempaskan ke tanah dataran rendah

lalu tubuhnya dipalu bajakan bertubi-tubi

jantungnya ditusuk besi linggis yang tajam

lukanya bersimbah darah segar merah putih

tapi erang tangisnya tak terdengar

oleh sang pejagal yang hilang akal

tulang-belulang bebatuan 

jelma batu kerikil 

gegas ditabur di jalanan raya.


duh,betapa perihnya hidup ngeri 

yang tak terasa di hati para elite negeri.


kusimak suara nyamuk

ketika menyentuh alat pendengaranku

ia ingin sekian tetes darah dari otak dan hatiku

yang berpikir dan mengukir zikir.


kau bangunkan lapar-dahaga mimpiku yang tak sampai 

di dini hari menuju subuh

aku pun memahat shalat

syukran pada Mu.


wahai para arif

global dan lokal

yang datang dan pulang

kita ini di sini

setitik debu kelabu

yang halus dan mulus

di balik kelopak mata kaki yang buta

yang dipandu mata hati nurani Mu

dari taman para Sufi

mereguk mata air kearifan pesona kuasa MU.


Pulau Sumbawa yang samawati

5 Juli 2025.

Tidak ada komentar