Sepatu Putih Dibalik Batu Nisan: Catatan Tantri Subecti

 


Tiga jam yang lalu di menit berikutnya. Kau masih membawaku ke negeri langit ke 7. Di pelataran mall, kau lepas senyum sepanjang eskalator.  Terhenti untuk berpandangan arah membawaku untuk mencari sepatu putih. Entah sudah berapa tangga eskalator berjalan mengawal mata kami untuk menemukan sisi sepatu yang cocok.

Jiwamu terhenti, memandang lepas tinggal ada satu sepatu putih itu di etalase.

“Cobalah sepatu ini akan jadi pengawal saat bulan Desember sudah dekat maka kenakanlah di acara penyair internasional”.

“Ndaklah yah kita beli di Jakarta aja lebih bnyak pilihan dan lebih murah”.

“Ndak usah, sekarang aja”.

“Bukanya ayah nanti ikut ??

“Ndak, mama aja. Ayah tak ikut”.

Rasa ini seolah bercermin pada waktu  dibelikan dua sepatu yang satunya dikenakan hari itu juga sambil mengawal senyum. Lepas seolah ada rindu untuk berjumpa di bulan Desember.

Baru tiga jam lepas, kita menikmati ikan bakar dan minum es teh dengan nikmat. Kulihat di wajahmu yang seolah bersinar. Di menit-menit itu, masih kulihat senyummu dengan sesekali memegang tanganku seolah tak ingin terlepas.Banyak canda mesti sesekali kau menatap lirih dengan ucapamu menyela kata-kata anakmu tentang rencana-rencana hari esok.

Kau bilang kalian saja umur ayah ndak akan sampai! Kami saling melirik terus kami bilang jangan begitu yah nanti diamini malaikat. Wajahmu  mulai lesu di menit-menit itu.

Tak kulihat ada semangat saat duduk sambil sedikit membuat wajah menerawang jauh. Masih juga kami berfikir untuk terus  menyegerakan pulang. Sesekali kau merangkulku sambil memandang anak-anak kita sedang memilih baju  di counter.

Jam terus mengejar agar kita tak lewat untuk pulang. Baru tiga jam melaju kita berada dalam mobil dengan memutar ceramah mensyukuri takdir dan bidadari surga dan berpindah cenel lagu yang kau nyanyikan lirih.

"Tak segampang itu kucari penggantimu."

Lagu itu diulang-ulang kemudian kau tertidur pulas saat putri pertamaku melajukan kemudi  mobil.

Di jalan toll itu di menit-menit berikutnya baru 35 menit melaju di KM 43, arah Kandis ban pecah. Kecepatan tak terkendalikan hingga menabrak pembatas mobil kami terguling-guling. Dua putri kami patah tulang. Dan aku kehilangan bayangan jiwaku.  Yang sempat tak sadarkan diri  terlempar dari mobil.

Aku sendiri kesulitan untuk keluar mobil. Kulihat anakku sedang belajar tegar untuk menahan sakit. Terjepit disela setang mobil diposisi terbalik sambil menahan sakit yang teramat, “Ma selamatkan ayah dulu. Kami ndak apa-apa lirihnya.”

Ceramah yang sedari tadi kuputar ustazah Halimah Idrus masih tetap menyala keras  berjudul Bidadari Bumi hingga aku bisa keluar dari mobil untuk menyelamatknmu.

Aku peluk dengan lumuran darah kubacakan terus salawat  dalam telinganya. Dan kau buka mata memberikan cahaya kecemasanku sedikit hilang. Langit masih redup membantuku untuk menyelimutimu dari cahaya panas  terik matahari.Tak ada suara rintihan atau mengeluh dari mulutku kecuali kulihat wajahmu begitu pasrah seolah tahu penduduk langit sedang menunggumu untuk kembali. Hanya lirih kudengar,”Ma, Ayah pengen bubur sumsum”.

“Ya, nanti ya Yah”. Hingga dua kali wajahmu seolah membantuku untuk tenang  dan tidak usah khawatir. Menit-menit terbang dengan waktu dalam hitungan bersamaan dengan detak  jantungku.

Setelah operasi selama empat jam dan kedua anak kita menyusul untuk operasi sebuah pilihan yang sulit bagiku mendengar jeritanku. Atau aku harus tetap kuat. Seolah langit runtuh seketika. Dan dunia terasa gelap. Ada lilin-lilin kecil dari sahabat-sahabat yang datang silih berganti untuk membantunya menguatkan.

Di hari pergantian pagi. Jiwanya telah terlepas menuju langit pada pukul 06.15 menit hari Senin. Kau tinggalkan aku dari senyummu yang belum sempat kukemas untuk kusimpan. Bulan Desember tak ada lagi senyummu yang bisa kubawa pergi. Tapi kau telah titipkan senyum pada sepatu putih. Yang akan mengawalkanku di bulan Desember.

Apakah aku bisa kuat  membawa sepatu putih di balik batu nisan kau kembal ke negeri langit. Semoga penduduk langit menyanjungmu  di tanggal yang indah 23 0ktober 2023. Seperti keindahan langkahmu memberi mata air banyak orang.

 

23 Oktober 2023

Tidak ada komentar