Melamun Kenangan Itu: Cermin Kang Thohir


Microsoft AI Creator


Di balik jendela menatap penuh tangis dan duka. 

Bias pelangi mungkin akan menghampiri, meski telah lama menanti. Telah pelik dalam pelukan luka. Menghunus bagaikan pedang yang menghujam di dada.

Aku meraung dalam kesakitan yang kupendam, mungkin tiada peduli atas apa yang aku rasakan.

Hingga meraup dalam kesunyian di antara hembusan angin dan resah gelisah yang selalu menghampiri.

Kucari teman di balik jendela merah menatap keluar, hingga tak ada yang menyapa dan temu untuk bercanda tawa hanya sekedar minum kopi bersama. Namun, tak ada satupun yang menyapa, hingga menjadi seorang penyuka sunyi, dan diam sendiri di rumah.

Gerah di malam hari yang sunyi. Kutermangu menyelimuti sepi.

Sang jelita mengguris kenangan senyuman syahdu, aku pun terpaku di balik jendela kenangan itu.

Rembulan pun malu hingga tertutup awan.

Anindya bercakap mesra, 

"Wahai sang pemuda kenapa kau masih melamun?" 

Pemuda itu menjawab, 

"Wahai sang Anindya, aku hanya melamunkan kenangan-kenangan itu." "Kenapa harus melamunkan?" 

"Entahlah, aku pun bingung kenapa aku harus melamunkan kenangan itu, yang kerapkali terbayang-bayang di-ingatanku." 

"Tak usah kau lamunkan kenangan itu, 'kan ada hari esok, yang akan menyapamu dengan penuh hangat dan cerah." 

Mendengar perkataan Anindya membuat pemuda itu tertegun dan beranjak untuk move on dan beralih ke masa depan yang lebih cerah.


Brebes, 08 April 2025

Tidak ada komentar