Karena Keramba Sungai Merana: Cerpen Kumala Dewi

 


Microsoft AI Creator

           Pagi-pagi buta sekali sudah menceburkan  diri kedalam sungai. Badan terasa sejuk dan segar pokoknya sangat mengasikkan. Bocah – bocah kecil yang tak berdosa ini mandi    terjun dari tebing sungai. Satu, dua ,tiga lonjat seru bocah – bocah kecil tadi. Keseruannya pun hening ketika suara dari arah rumah mereka terdengar nyaring bunyinya. Hai... nak pulang hari mulai sore. Suara seorang ibu sedang memanggil anaknya.

      Ikram bocah yang mandi bersama temannya tadi di sungai. Ibu Ikram bertanya pada anaknya.”Sudah mandi nak?’ bahasa ibunya seperti itu. “Sudah bu,” jawab Ikram. Kenapa kamu sekujur tubuhmu bau ikan. Amis sekali nak masih nyinyir pada anaknya. Ikram pun diam duduk di teras rumahnya.

           “Anakku, sudah mandi? Seharian mandi di sungai bau badanmu amis sekali.” Tutur ibu dari Ahmad temannya Ikram. Begitu juga ibu dari Yasir bertanya pada anaknya apakah sudah mandi. Jawabnya sudah singkat sekali. Memangnya ada apa ya dengan mereka bertiga.

             Di tepian sungai masih banyak juga kita jumpai ibu-ibu mencuci pakaian disana. Apakah airnya masih layak digunakan? Apakah hanya bisa di pakai untuk cuci dan mandi saja? Apakah untuk dikonsumsi bisa kita gunakan? Sepertinya masih dapat di pakai juga, walaupun sebagian warga sudah mengelukan bau dan warna sungainya. Tergantung orang yang memanfaatkannya.

          Pada suatu hari di deretan rumah-rumah terdengar ocehan beberapa ibu-ibu. Ibu Dewi sering mencuci di sungai. Ocehannya pada tetangga, “Saya masih juga mencuci di sungai tapi sayang kok baunya mulai menyengat. Iya, jawab temannya bu Dewi. Padahal mereka sudah tahu sungai yang mereka gunakan sebenarnya sudah diragukan warga sekitarnya.

          Eh, ada ikan kok banyak yang mati warga sekitar sungai merasa heran. Beberapa hari ini ikan di sungai banyak yang mati.  Bangkainya hanyut bau busuk menyengat. Bau air amis warna pun mulai kecoklat-coklatan.

         Di hulu sungai banyak keramba pengusaha sehingga mereka tak mempedulikan lingkungan tercemar. Para pengusaha tambak keramba hanya mementingkan hasil. Permasalahan lingkungan tercemar jadi agenda masyarakat. Sungai merupakan sumber kehidupan. Sebab warga masih memanfaatkan sungai untuk mandi dan mencuci.

         “Pak lapor, seorang warga melaporkan keadaan sungai yang semakin tercemar. Ya, aku sudah tahu, jawab kepala desa. Pak jadi bagaimana ini, warga lagi panik nih. Warga yang melapor tadi nyinyir. Solusinya nanti saya pikirkan,” begitulah jawab kepala desa.

        Kepala desa mengundang warga untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Cara menanggulangi pencemaran sungai ini mengumpulkan semua warga. Warga mulai berkumpul di ruang rapat kantor desa. merempukkan bagaimana menanggulangi permasalahan sungai. Rapat dimulai ada usulan dari satu warga,usulannya mengundang para pengusaha keramba. Usulan itu disepakati bersama.

         Para pelaku usaha di undang  untuk menyelesaikan ini. Alhasilnya mereka menolak untuk mengurangi jumlah keramba di hulu sungai. Diantara pengusaha keramba bicara dengan congkaknya. Kami membuat usaha untuk jadi miliarder,ucapannya terlalu sombong. Lingkungan urusan pemerintah bukan urusan kami. Adu mulut pun tak terleraikan.pertengkaran ini semakin berlarut.

        “Aduh!” keluh seorang ibu. “Emangnya ada apa bu,” Tanya tetangganya itu. “Anakku mandi di sungai badannya bentol semua.  Nanti bawa dia berobat ke dokter. Semakin lama sungai kita semakin tercemar. Aku pun juga begtu bu,cuci dan mandi di sungai.”

        Terjadi demo besar-besaran warga dengan pengusaha keramba. Adu jotos pun mulai beraksi, bagaikan aktor laga. Seperti aktor Adven Bangun dengan Barry Prima saja. Apa hendak di kata seperti  mau perang dunia saja. Antara China dan Amerika Serikat.

       Kepala desa mencari jalan keluarnya. Di cari jalan tengah semua pihak tak ada yang dirugikan. Ini kesekian kali pertemuan antara warga dan pengusaha keramba. Semuanya mendapat keuntungan dan manfaat dari aliran sungai. Apakah solusi ini akan berjalan dengan baik? Semoga saja.

       Kesepakatan dimulai antara warga dan pengusaha, bincang-bincang perwakilan di mulai. Rencana pengurangan kerambah di hulu sungai. Kesepakatan sepertinya membuahkan hasil.  Para pengusaha mulai melunak hatinya. Berkat nasehat kepala desa. Para pengusaha menyadari lingkungan harus dilestarikan. Warisan untuk anak cucu kita.

       Beberapa bulan kedepan pengusaha kerambah akan mengurangi jumlah kerambah mereka. Kesadaran ini sangat diharapkan warga agar sungai tetap terjaga. Agar warga dapat memanfaatkan sungai dengan baik. Sungai akan menjadi terjaga, asri dan terlindungi.

       Setelah pengurangan jumlah kerambah ini keluhan warga nggak ada lagi. Berangsur-angsur sungai mulai membaik warna semula kecoklat-coklatan kini tampak jernih. Habitat ikan asli sungai akan berkembang baik. Limbah pakan ikan mulai berkurang juga.

       “Semua warga harus menjaga kelestarian sungai kita.” Seru kepala desa, “Iya pak. Hidup kepala desa kita. Hidup teriakan dar warga. Seorang pemipin harus bijaksana. Kebijaksanaan akan membawa kebahagiaan. Kesadaran tak akan datang secara tiba-tiba. Perlu penguatan orang bijak.”

        “Syukur alhamdulillah kita sudah terbebas dari malapetaka dan musibah. Alam yang terbentang luas bukan milik pribadi melainkan milik bersama. Kebersamaan itu indah pada saatnya.” Tak jauh dari bibir sungai kelihatan banyak bocah mandi. Mereka sangat bahagia.

         Kebahagiaan milik bersama, tetap bahagia dan konsekuen. Agar aliran sungai tetap terjaga dan bermanfaat dijadikan taman wisata. Semenjak taman wisata ada perhatian terhadap aliran sungai  jadi perhatian semua pihak. Baik swasta maupun pemerintah.

       Kepala desa dan warga berlomba-lomba memperindah tepi aliran sungai. Pengusaha keramba juga melirik untuk memperindah sungai. Hasil kerambah tak lagi untuk keuntungan pribadi. Kerja sama yang baik. Nah ini sangat diharapkan warga.

        Sungaiku sekarang tidak merana lagi. Semua sudah saling memahami pentingnya aliran sungai untuk kelangsungan hidup umat manusia. Semenjak kerja sama antara warga dan pengusaha kerambah kegelisahan warga tak kedengaran lagi.

        Bocah–bocah senang mandi di sungai keluhan kulit gatal-gatal berkurang. Satu, dua, tiga bam ... bam ... terjun ke sungainya. Ha ha ha tralala tralili nyanyian senandung bocah tadi. Kebahagiaan tak terbendung lagi. Bapak-bapak mulai mandi menceburkan diri ke sungai.

        Ibu-ibu berbaris di tepian mencuci setiap hari. Kail dan jala mulai silih berganti bertebaran. Bahagia sekali, senang dan bercampur haru. Seorang pemuda yang hobi membaca puisi beraksi  di tepi sungai.

Sungaiku

Wahai insan jaga aku

Kau kan butuh aku

Kenapa kau rusak aliranku

Jangan kau membunuhku

 

Jangan ampun ampun

Seandainya aku mencerit kau juga akan mendengarkannya

Andai aku menangis kau akan sedih

Jaga aku kalian membutuhkanku

 

Aku sebahagian dari kalian

Jaga aku

Kasihani aku

Jangan cemari aku sebab keegoisanmu

Jangan jangan stop

 

Cintailah aku

Sayangi aku beri aku nafas

Nafas yang bernyawa  tolonglah aku

Tolong tolong

Bicara seperti ini apakah kalian menyukaiku

Jangan cemari aku beri aku nafas

        Sungguh indah dan bermakna puisi yang dibacakan tadi.  Makna yang sangat dalam dan luas. Seandainya sungai ibarat manusia nemerlukan nyawa untuk bernafas. Jaga dia karena kita manusia sangat memerlukan kita. Bukan sungai yang memerlukan kita.

       Wahai insan sama sama yok jaga dia, ibarat bayi yang baru lahir. Perlakuan yang baik dan khusus. Ibarat tubuh manusia jantungnya dijaga dengan maksimal. Jika jantung  rusak tubuh akan sengsara. Seperti itu sungai sangat berarti. Tak dapat dilukiskan dan tak dapat dinilai dengan emas permata. Aku pun ingin memujimu melalui puisi ini.

Sungai

Aku ingin bersamamu

Aku cinta kamu

Akanku jaga dengan penuh cinta

Cinta yang tak memudar

 

Walau usiaku bertambah

Aku akan jaga dirimu

Sungai sumber kehidupan aku sayang

Aku jaga

Aku hargai aliranmu dari hulu kehilir.

 

Sungai oh sungai oh

Aliranmu menjiwai hidupku

Aku sayang kamu sungai tak akanku sia-siakan dirimu

Cintailah dia sayangilah dia

Aku sayang sampai mati

Bagaimana dengan yang lain

 

        Keindahan puisi sangat menginspirasi kehidupanku, sungai urat nadi. Yok sama sama jaga himbauan   yang baik jangan diabaikan. Kita wariskan pada anak cucu. Warisan yang tak akan habis selagi dunia masih ada. Hidup ... hidup ... sungai kita juga sungaimu, jangan cemari sungaimu. Sungai kita sungai semua pihak. Alhamdulillah semua sudah berlalu permasalahannya. Komitmen yang baik untuk semuanya. Aku akan mandi disungai yang bersih dan jernih.

 

Kumala Dewi, M.Pd  lahir  di Kuok, 15 September 1977. Pendidikan terakhir S2 UNP Padang tamat tahun 2014.Sebagai guru SDN 014 Siabu Kecamatan Kuok pada tahun 2005  mulai tahun 2006 – 2023 mengajar di SDN 016 Pulau Jambu Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar. Pada tahun 2023 ini pindah tugas di UPT SD Negeri 006 Kuok Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

                  

 

 

 

Tidak ada komentar