Nilai Merendah Menjunjung Tuah

 

Ilmu padi gambaran merendah akan kelebihan yang kita miliki

https://www.abufairus.com/

Nilai rendah hati (bukan rendah diri), tidak sombong dan tidak angkuh, tidak membesar-besarkan diri, tidak merendahkan orang lain, tidak membangga-banggakan keturunan, tidak menyombongkan pangkat dan harta, tidak melebih-lebihkan ilmu sendiri, tidak “besar kepala dan besar bual” dan sebagainya. Orang tua-tua mengatakan: “adapun sifat Melayu terpuji, lidahnya lembut dan rendah hati” atau dikatakan: “yang disebut Melayu terbilang, hatinya rendah dadanya lapang. Di dalam ungkapan dikatakan:

Sifat merendah menjunjung tuah

rendahnya tidak membuang maruah

rendahnya tidak mengambil muka

rendahnya tidak mengada-ngada

rendah menurut alur patutnya

rendah mengikut pada adatnya

rendah berpunca pada adabnya

rendah mengangkat tuah diri

rendah menjaga budi pekerti

rendah tak dapat diperjual beli

pantang merendah kepala dilapah

pantang merendah minta sedekah

pantang merendah dimakan sumpah

pantang merendah aib terdedah

 

Nilai-nilai asas adat dan budaya Melayu yang diuraikan di atas, bila dicerna, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah tangga maupun dalam bermasyarakat, mewujudkan rasa sejahtera, tentulah dapat mewujudkan rasa sejahtera lahiriah dan batiniah. Nilai-nilai ini tentulah terdapat pula di dalam adat dan budaya masyarakat lainnya, sehingga memudahkan untuk merajut dan menyulamnya dalam keberagaman suku dan puak.

Dahulu, di dalam upacara-upacara adat dan tradisi, ungkapan-ungkapan yang menjabarkan nilai-nilai ini diketengahkan oleh orang yang dituakan, para cerdik pandai, alim ulama dan sebagainya, sehingga dapat diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasinya. Kegiatan ini lazimnya disebut “menyampaikan tunjuk ajar” atau “mengekalkan petuah amanah” kepada anak-kemenakan dan kaum sukunya. Tradisi untuk mewariskan nilai-nilai luhur ini, menunjukkan betapa orang Melayu amat memperhatikan anak dan kaum bangsanya. Adanya “tunjuk ajar” itu menyebabkan setiap orang dapat lebih memahami nilai-nilai dimaksud, kemudian mengupayakan agar dirinya, anak-anak dan keluarganya dapat menyerap dan menjadikan nilai-nilai luhur adat dan budayanya.

Melalui uraian di atas diharapkan semakin muncul kesadaran semua pihak untuk menggali, membina, mengembangkan dan mencerna serta menghayati nilai-nilai budaya Melayu, sehingga kebudayaan Melayu yang Islami ini dapat tetap kukuh dalam kehidupan orang-orang Melayu, dan dapat mengekalkan “jati diri” kemelayuannya. Kita tentu memiliki kesamaan pandangan, bahwa nilai-nilai budaya Melayu yang Islami adalah universal dan serasi serta bermanfaat untuk segala zaman. Betapa pun majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, betapa pun lajunya perubahan dan teknologi, betapa pun lajunya perubahan dan pergeseran nilai-nilai budaya, betapa pun terbukanya dunia dengan globalisasi total, tentulah diharapkan agar nilai-nilai asas budaya Melayu ini tidak tergeser dan terabaikan. Justeru nilai-nilai inilah yang diharapkan mampu membentengi alam Melayu dari berbagai tantangan yang dapat merusak akhlak manusia.

Sekarang kehidupan terasa semakin berat menghadapi tantangan “intervensi” budaya luar, yang belum tentu serasi dan sejalan dengan nilai-nilai asas budaya Melayu yang Islami. Kehidupan masa kini dan masa depan yang semakin terdedah, semakin membuka peluang terjadinya pergeseran, perubahan dan penghikisan nilai-nilai budaya Melayu. Kenyataaan ini tentulah mengkuatirkan, terutama dengan semakin maraknya perilaku yang tidak lagi mencerminkan perilaku manusia yang berada dan berbudaya, tidak lagi mencerminkan perilaku Melayu yang Islami, santun dan berbudi tinggi. Di mana-mana terjadi peningkatan kemaksiatan, prostitusi, narkoba, perjudian, tindakan kejahatan dan sebagainya. Di mana-mana terjadi krisis kepimpinan dan krisis kepercayaan, terjadi tindakan-tindakan kekerasan, terjadi pertembungan dan perkelahian masalah antara suku dan puak, terjadi hujat-menghujat dan saling berburuk sangka dan sebagainya. Sekarang sebahagian orang bangga dengan perlaku “kasar langgar”, bangga dengan kesombongan dan keangkuhan membabi buta. Sebahagian lagi sudah terpuruk ke dalam limbah keserakahan dan ketamakan, serakah kepada harta dan dunia, tamak kepada pangkat dan jabatan, sehingga “lupa diri” dan “mabuk dalam kepentingan peribadi dan kelompoknya”.

Sekarang orang nyaris tidak lagi memiliki rasa malu, kerananya tidak segan-segan menghalalkan segara cara untuk mencapai tujuannya. Orang seakan tidak lagi menghargai sesamanya, tidak lagi menghormati hukum, seakan tidak ada lagi nilai sopan santun. Semuanya memberi petunjuk bahawa bangsa kita umumnya, termasuk puak Melayu, sudah dicemari oleh perilaku yang “menyalah”, yang dapat memuluhlantakkan sendi-sendi keimanan dan ketaqwaan, yang membinasakan nilai-nilai budaya dan agama.

Kenyataan ini seharusnya disikapi dengan arif, agar bangsa ini tidak semakin hanyut ke dalam lembah kenistaan, dan salah satu upaya yang perlu dilakukan adakah dengan meningkatkan upaya-upaya menanamkan nilai-nilai mulia budaya Melayu yang Islami ke dalam diri setiap insan Melayu dalam arti yang seluas-luasnya. Kerananya, diharapkan kepada semua pihak untuk tidak berlengah-lengah mencermati perubahan dan pergeseran nilai budaya dimaksud, agar Melayu yang bertuah, Melayu yang bermarwah, beriman dan bertaqwa, tidak hilang dari permukaan bumi ini. Dengan demikian, apa yang diamanahkan Laksamana Hang Tuah: “Tuah sakti hamba negeri, esa hilang dua terbilang, patah tumbuh hilang berganti, takkan Melayu hilang di bumi” akan dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya.

Penerapan nilai Merendah Menjunjung Tuah dalam kehidupan sehari dapat digambarkan dalam tindakan-tindakan nyata berupa rendah hati, tidak sombong atas ilmu yang dimiliki, dan tidak membanggakan keturunan. Dengan berprinsip pada ilmu padi membuat kita menjalani hidup penuh dengan ketenangan.

Tidak ada komentar