Jati diri Melayu adalah gambaran, identitas dan
manisfestasi hidup dari orang-orang Melayu yang menjalankan dan mengamalkan
adat-istiadat Melayu. Jati diri Melayu tersebut meliput beberapa hal,
diantaranya adalah:
1.
Hidup rukun, damai dan
sejahtera
2.
Memiliki asas kebersamaan
3.
Terbuka dan berbaik sangka kepada sesama makhluk
a. Hidup rukun, damai dan sejahtera
Nilai-nilai
asas adat dan budaya Melayu yang mengutamakan kehidupan yang rukun dan damai,
aman dan sejahtera, saling hormat-menghormati, tolong-menolong dan bertimbang
rasa. Hal inti tertuang dalam
ungkapan adat Melayu mengatakan bahwa:
“Hidup serumah beramah-tamah, hidup sedusun
tuntun-menuntun, hidup sekampung tolong-menolong, hidup senegeri beri memberi,
hidup sebangsa bertenggang-rasa”.
Ungkapan lain menegaskan:
“adat sebanjar bertunjuk ajar, adat sedusun
bersopan santun, adat sedesa rasa-merasa, adat senegeri bertanam budi, adat
sebangsa seia sekata”, yang intinya mengajarkan kehidupan yang santun, berbudi
pekerti terpuji dan menjunjung tinggi asas kebersamaan yang adil dan merata.
b.
Memiliki asas kebersamaan dan mufakat
Asas kebersamaan orang Melayu terlihat dari kebiasaan
untuk bermusyawarah dan mufakat menjadi dalam mengambil
keputusan, merancang dan melaksanakan kegiatan dalam kehidupan berumah tangga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pemuka-pemuka adat Melayu selalu mengingatkan,
bahwa tegaknya tuah dan marwah harkat dan martabat sesuatu kaum dan bangsa
berpunca dari asas kebersamaan yang disebut “senasib sepenanggungan, seaib dan
semalu” serta kesadaran semua pihak untuk mengekalkan musyawarah dan mufakat” atau
dikatakan: “elok kerja karena bersama, elok niat kerana mufakat”, atau dikatakan: “karena
sefaham tercapai azam, karena serasi kerja menjadi”.
c.
Terbuka dan berbaik sangka kepada sesama makhluk
Selain itu, adat Melayu mengajarkan sifat terbuka
dan berbaik sangka kepada sesama makhluk. Asas ini dituangkan ke dalam ungkapan
adat yang mengatakan: “apabila hidup hendak terpuji, buka kulit tampaklah isi,
kalau hidup hendak sejahtera, sesama makhluk berbaik sangka”. Ungkapan lain
menegaskan: “apabila hati selalu terbuka, hilanglah segala syak dan sangka”
atau dikatakan “apabila selalu bersangka baik, tuah tegak marwah pun
naik”. Selanjutnya dikatakan: “adat hidup berbilang suku, jauhkan sifat
seteru-berseteru, adat hidup berbilang bangsa jauhkan sifat berburuk sangka”,
yang intinya mengingatkan untuk selalu berbaik sangka dan menjauhkan perilaku
yang tidak terpuji.
Ungkapan-ungkapan di atas hakikatnya adalah
cerminan dari adat dan budaya Melayu yang terbuka, santun dan penuh tenggang
rasa. Nilai-nilai inilah yang menjadi jati diri Melayu, yang
dilandasi oleh agama Islam yang dianut oleh orang-orang Melayu.
Sejarah Riau membuktikan, dengan nilai-nilai asas
di atas, terwujudlah masyarakat Melayu yang majemuk
dengan latar belakang adat dan budaya yang majemuk pula.
Kemajemukan ini menjadi kekuatan Melayu dalam menghadapi perkembangan zaman, menjadi kekuatan untuk membangun kehidupan yang harmonis, aman,
damai dan sejahtera. Mereka hidup dalam kebersamaan dan kemajemukan.
Pada
hakikatnya nilai-nilai asas jati diri bangsa adalah nilai-nilai luhur adat dan
budaya sebagai perekat kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dimiliki
oleh semua suku dan puak yang ada di bumi tercinta ini. Secara
rinci, jati diri orang Melayu tertuang dalam Tunjuk Ajar Melayu (TAM).
Tidak ada komentar