Foto: Koleksi June's Uban |
Lelaki itu Berkali-kali Menikam Waktu
Nol-nol koma titik nol lima. Lelaki itu
selalu mengancam waktu, sudah ia takar tinggal dilakar. Berkali-kali waktu
berhasil ia bunuh. Mayat-mayatnya dikubur dalam peti segi empat sedikit
memanjang, warnanya bukan cokelat tapi putih bersih
Pernah aku coba berziarah pada makam-makam
waktu rupanya telah ia susun rapi sebuah ruang pembantaian sekaligus tempat ia
merayakan kematian waktu ditangannya. Tiap malam, hampir selalu sama menjelang
nol-nol titik nol-nol mayat waktu akan ia kubur
Sebagai mana kuburan manusia, kuburan
waktu pun ia namai dengan nisan. Sebab jika hanya lisan kitalah akan terbunuh
waktu. Aku duduk merunduk, kala berziarah di makam bertuliskan Dua Luka. Satu luka saja air mata hampir
habis, dua luka bukankah lebih meringis?
Tepat di sampingnya, sebuah nisan
bertuliskan Rindu bukankah rindu
memang bentuk ketidakberdayaan kita pada keadaan? Lalu kenapa lelaki itu
membantai waktu atas nama rindu? Barangkali waktu tak lagi Membaca Laut pada Kampung yang Hiang, Walau Sebatas Kata bukankah
kita sering terluka akan Panggilan Senja yang
ia nisankan atas nama Renjis Dosa
Lalu aku berdiri menatap Sebatang Ceri Itu berdiri kokoh menemani
nisan-nisan waktu. Mungkin saja kita memang tak pernah tahu bahwa di antara
nisan-nisan ini ada mayat Lelaki
Pemanggul Gurindam, ia mati ditikam lelaki itu dari tiga kamar pun Bisu
Sialang sebelum ia ikut mati juga sempat menyanyikan Simfoni Bernada Satu persis di Subayang,
ketika orang-orang lupa, bahwa kini Tempias
disanggah Dusta
Dengan wajah malu diam-diam kutinggalkan tempat
itu. Tepat pada nol lima titik dua belas. Tapi aku terlambat, ketika akan
beranjak. Lelaki itu menatapku tanpa kata hanya menyodorkan secarik kertas
bertuliskan, Kab’ah dan Aqso adalah Tasbih Waktu.
Bengkalis,
29 November 2021
Amazing...
BalasHapus