“Orang Melayu”
Membincangkan
karakter Melayu seperti tak pernah habis. Mengingat kedinamisan karakter yang selalu
berubah mengikuti pergerakan zaman. Banyak pula yang telah menulis karakter
Melayu dalam beragam perspektif dan ragam media (buku, bunga rampai, jurnal,
kolom di media, dan ragam lainnya). Salah satu karya yang bisa menjelaskan
siapa sebenarnya “Orang Melayu” (senada dengan “Karakter Melayu”) dapat dilihat
dalam buku Antropologi Melayu karya Dr. Husni Thamrin, M.Si. Seseorang disebut
Melayu apabila ia beragama Islam, berbahasa Melayu dalam kesehariannya, dan
beradat istiadat Melayu. Adat Melayu itu bersendikan hukum syarak, syarak
bersendikan kitabullah. Jadi, orang Melayu adalah etnis yang secara kultural
(budaya) dan bukan mesti secara geneologis (persamaan keturunan darah). Orang
Melayu berpijak kepada yang Esa. Artinya, ia tetap menerima takdir, pasrah, dan
selalu bertawakal kepada Allah. Orang Melayu selalu mementingkan penegakan
hukum (law enforcement). Orang Melayu mengutamakan budi dan bahasa, hal
ini menunjukan sopan santun dan tinggi peradaban orang Melayu.
Orang
Melayu mengutamakan pendidikan dan ilmu. Orang Melayu mementingkan budaya
Melayu, hal ini terungkap pada bercakap tidak kasar, berbaju menutup aurat,
menjauhkan pantang larangan dan dosa, serta biar mati daripada malu dirinya
atau keluarganya, karena bisa menjatuhkan marwah keturunannya, sebaliknya tidak
dengan kasar mempermalukan orang lain. Orang Melayu mengutamakan musyawarah dan
mufakat sebagai sendi kehidupan sosial. Kondisi ini terlihat pada acara
perkawinan, kematian, selamatan mendirikan rumah, dan lain-lain. Orang Melayu
harus bermusyawarah/mufakat dengan kerabat atau handai taulan. Orang Melayu
ramah dan terbuka kepada tamu, keramahtamahan dan keterbukaan orang Melayu
terhadap segala pendatang (tamu) terutama yang beragama Islam. Orang Melayu
melawan jika terdesak. Orang melayu sangat menjunjung tinggi rasa malu, seperti
yang telah dijelaskan di atas. Sebaliknya tidak dengan kasar mempermalukan
orang lain, begitu tinggi derajat malu pada budaya melayu.
Nafas Panjang
Nafas
panjang karakter Melayu kembali berdenyut kala Griven H. Putera menghadirkan “Kumpulan
Percikan Pemikiran Karakter Melayu”. Buku yang ditulis peraih Anugerah Sagang
Tahun 2019 melalui bukunya Celana Tak Berpisak ini diterbitkan oleh Penerbit
Mejatamu, Februari 2025, x + 346 hlm, ISBN: 978-623-8542-43-7.
83
tulisan pendek ini telah dimuat sebelumnya dalam media Koran Riau 10 tulisan, www.lamanriau.com
sebanyak 71 tulisan, dan Jurnal Ilmu Budaya 1 tulisan, dan tulisan lepas 1 buah.
83 judul ini ditulis dalam rentang tahun 2019 s.d. 2024.
Melanjutkan
buku Celana Tak Berpisak, penulis memiliki strategi dalam menghasilkan
karya-karya fenomenalnya menuliskan secara istiqomah setiap pekan di media
dengan satu tema besar yang telah dipersiapkannya secara matang.
Rentang
masa cobaan umat dengan covid 19 (2020 s.d. 2021) memberikan energi berlapis
menghasilkan tulisan-tulisan. Siapapun penulis sepakat, masa WFH (Work From
Home) adalah masa produktifitas terbaik dalam berkarya literasi.
Kaya Referensi
Tulisan
bernas selalu berpijak pada sari-sari referensi yang manis. “Karakter Melayu”
setiap penggalan tulisannya memunculkan kekayaan referensi. Hal ini menjadi
penanda bahwa penulis sangat serius memainkan referensi dan imajinasi dalam
proses merangkai kalimat. Mengangkat Karakter Melayu tak dapat memisahkan (bersebatinya)
Al-Qur’an dan Tunjuk Ajar Melayu, sehingga dalam buku ini referensi kedua
sumber itu mendominasi hadir dalam setiap tulisannya. Beberapa referensi yang
dituliskan antara lain:
“Kami
abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik} di kalangan orang-orang yang datang
kemudian.” (QS. As-Shaffat: 108) dalam “Nan Silam”.
“Wahai
ananda intan permata/lurus dan jujur dalam berkata/elokkan lidah baikkan
anggota/supaya hidupmu tiada leta/Wahai ananda peliharalah lidah/janganlah suka
berkata salah/luruskan hati elokkan tingkah/jujur dan ikhlas jangan berubah”.
(Tenas Effendy dalam Tunjuk Ajar Melayu) dalam “Lidah Tak Bersarung”.
Selain
dua referensi utama tersebut, penulis mahir meramu referensi yang lain sebagai
bentuk penguatan bernasnya tulisan yang disiapkan. Referensi itu berupa hadis, hikmah,
puisi, quotes, peribahasa, gurindam,
“Siapa
yang mendirikan Ramadan karena iman dan penuh perhitungan, diampuninya baginya
dosa yang telah lalu.” (HR. Imam Bukhari) dalam “Tarawih”.
“Menunda-nunda
waktu untuk berbuat kebaikan adalah tanda kesia-siaan. Jangan sia-siakan waktu
dan jatah hidup yang tinggal sedikit ini. Berbuat baiklah.” (Hikmah Imam Ibnu
Athaillah) dalam “Menggapai Takwa”.
“Akhirat itu terlalu nyata, kepada hati yang tidak buta”
(Gurindam 12, Raja Ali Haji) dalam “Tubuh dan Kepemimpinan (3)).
“Jika lidah belum
dibingkai untuk artikulasi, manusia akan tetap menjadi binatang buas di hutan”
(Quotes Ralf Waldo Emerson) dalam “Gunjing”.
“cobaah
jadi orang miskin untuk satu hari atau dua hari dan dalam kemiskinan akan
ditemukan kekayaan berganda” (Puisi Jalaluddin Rumi) dalam “Pelayan”.
Pemimpin
Dari
83 tulisan bila kita cermati muara semua tulisan pada tema besar yaitu “belajar
menjadi pemimpin”. Pemimpin untuk diri
sendiri dan pemimpin untuk sekelompok umat.
Sebanyak 13 tulisan dibuat secara teks tentang bagaimana menjadi
pemimpin menurut orang Melayu, selebihnya (70 tulisan) adalah secara tersembunyi menyimpan pesan
menjadi seorang pemimpin bagi dirinya sendiri.
Ke-13
tulisan menjadi pemimpin bagi sekelompok umat menjadi konsepsi yang sangat
perlu direalitikan (dinyatakan) dalam kehidupan kita saat ini. Gerakan
mengembalikan “etika menjadi pemimpin” penulis sampaikan melalui pemikiran yang
berangkat dari kristalisasi ramuan berbagai referensi yang dibacanya.
“Berbuah
macang dimakan ungka/dilanda angin gugur sendiri/salah cencang tangan
terluka/salah memimpin hancur negeri” (Tunjuk Ajar Melayu, Tenas Effendy) dalam
“Pemimpin dan Rakyatnya”.
“Bila
rumah tidak bertua, celaka datang bala menimpa. Bila negeri tidak beraja,
alamat hidup aniaya menganiaya” (Petuah Orang Melayu) dalam “Tubuh dan
Kepemimpinan (1)).
“rusa
ditembak lukanya berat/berpilin kaki sakit merana/kuasa berpihak pada nan kuat/pemimpin
berdiri di bijaksana” (Pepatah Melayu) dalam “Pemimpin dan Rakyatnya”.
Momen dan Sosiologi
Sastra
Penulis
sepertinya sangat menjaga ritual ibadah dalam agama Islam sebagai momen penting
dalam tulisannya. Latar pekerjaan penulis di lingkungan Kementerian Agama mau
tidak mau menjadi bagian ide dalam tulisan. Ritual ibadah itu berupa Ramadan,
Syawal, dan Kurban. Dari ritual ibadah tersebut lahir 19 tulisan khusus
membahasnya. Setiap tahun dari 6 tahun fase waktu kepenulisan “Karakter Melayu”
ditulis berulang dengan tinjauan waktu dan kajian yang berbeda. Selalu menarik.
Sepertinya penulis ingin mengajarkan secara sadar atau tidak sadar, belajar
menjadi pemimpin bagi orang Melayu diawali dengan menjaga ritual ibadah yang
telah diajarkan pada kita sebagai umat.
Pengaruh
diri penulis sebagai seorang cerpenis dapat dilihat pada tulisan berjudul
“Ramadan Sunyi”, “Kejutan Kebaikan”, “Terima Kasih, Guru”. Penulis sadar atau
tidak sadar ingin memberikan cara bertutur yang beda dalam “Karakter Melayu”.
Cara prosa dengan pola bercerita menjadi menarik dalam menceritakan sebuah
pesan.
Catatan
Penulis
sepertinya memang merancang secara periode (siklus) untuk menghasilkan karya
buku berikutnya dengan cara seperti ini. Branding personal itu telah melekat dalam
diri Griven H. Putera. Karya kumpulan pemikiran seperti ini menjadi bahan
mentah penulis mengalihwahanakannya ke dalam bentuk cerita pendek (prosa).
Mengingat penulis pernah menerbitkan kumpulan cerpen dengan tema besar tentang
kematian dalam Kumpulan Cerpen terbarunya “Nisan-Nisan Berbunga” (sila baca
tulisan saya yang terbit di media online Tiras Times dengan judul “Cara Mati
Ala Griven”). Kita nantikan karya alihwahana itu.
Sedikit
catatan kecil bila akan diterbitkan menjadi buku berikutnya kaidah swasunting
menjadi perhatian serta cover meskipun dirancang menggunakan kecedasan buatan
(AI) tetap promt-nya selaras dengan judul dan bahasan dalam buku. Namun
bagaimanapun Griven H. Putera telah memberi warna khas dalam dunia literasi di
negeri ini dengan komparasinya Catatan Pinggir karya Goenawan Mohamad. Tahniah.
Pekanbaru, 12 April 2025
Disampaikan
dalam Peluncuran dan Bincang Karya Buku “Karakter Melayu”
karya
Griven H. Putera, Gramedia Sudirman Pekanbaru.
Tidak ada komentar